Cisarua | Langkah PT Banyu Agung Perkasa (BAP) membongkar bangunannya sendiri di kawasan Puncak Ajip, Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, justru menimbulkan kekecewaan dan pertanyaan besar. Bukan soal kepatuhan yang dipuji, tetapi soal keadilan yang dituding semakin kabur.
PT BAP, yang dikenal sebagai pengelola wisata edukasi lingkungan, secara sukarela membongkar sebagian bangunannya usai menerima sanksi administratif dari Kementerian Lingkungan Hidup (KLH). Namun, menurut Direktur PT BAP, Sandi Adam, perintah tersebut tak disertai penjelasan teknis maupun kajian mendalam yang transparan.
“Suratnya hanya menyuruh kami membongkar. Tidak dijelaskan letak pelanggaran atau dasar kajian apapun. Padahal kami rutin tanam pohon, edukasi pengunjung, dan aktif dalam program penghijauan,” ujar Sandi, Senin (28/7).
Ia menjelaskan bahwa total luas bangunan yang dibongkar hanya sekitar 258 meter persegi, atau 0,22% dari total lahan 11,26 hektare. Ironisnya, bangunan tersebut justru digunakan untuk mendukung kegiatan konservasi lingkungan.
KLH Hanya Tajam ke Bawah, Tumpul ke Atas?
Koordinator Karukunan Wargi Puncak (KWP), Deden Abdurrahman, menyebut tindakan KLH sebagai bentuk “keberanian semu” yang menyasar pihak kecil dan kooperatif, sembari membiarkan pelanggaran oleh korporasi besar tetap berdiri kokoh.
“Pengusaha lokal yang jelas-jelas berkontribusi ditekan, sementara bangunan-bangunan raksasa di zona rawan bencana tak pernah disentuh,” tegas Deden.
Ia menyebut sederet nama besar yang selama ini dianggap turut memperparah kondisi lingkungan Puncak namun tidak pernah tersentuh penertiban:
“Taman Safari Indonesia, Enchanted Valley, Eiger Adventureland, Rest Area Gunung Mas, Liwet Asep Stroberry — semua itu bangunannya besar, dominan secara visual. Tapi aman-aman saja.”
Lebih jauh, Deden bahkan menyebut adanya vila mewah milik seorang Menteri aktif yang berdiri tepat di sempadan Sungai Ciesek, area yang seharusnya steril dari pembangunan.
“Kami tahu persis vila mewah itu. Tapi tak pernah ada tindakan. KLH tahu, tapi diam. Ini bukan ketegasan, tapi pura-pura berani,” sindirnya.
Sindiran Tajam: Kepala yang Sakit, Kaki yang Dioperasi
KWP menilai langkah KLH lebih sebagai strategi pencitraan publik ketimbang upaya serius menyelamatkan lingkungan secara adil dan menyeluruh.
“Kalau kepala yang sakit, kenapa yang dioperasi justru kaki? Ini seperti cari kambing hitam agar kelihatan kerja, padahal substansinya dibiarkan membusuk,” pungkas Deden.
Sebelumnya, KLH memang merilis daftar 10 usaha prioritas yang diwajibkan membongkar bangunannya karena dianggap melanggar izin lingkungan dan tata ruang. Salah satunya adalah PT Banyu Agung Perkasa. Pemerintah bahkan mengancam sanksi tambahan bagi pelaku usaha yang membandel.
Kemana Bupati? Pemkab Bogor Hilang dari Radar
Di tengah polemik ini, masyarakat juga mempertanyakan peran Pemerintah Kabupaten Bogor. Saat pengusaha lokal menjadi sasaran, Pemkab seolah tak tampak batang hidungnya.
“Apakah ini simbol kelemahan kepemimpinan? Atau memang tidak peduli sama sekali? Jika rakyat yang patuh justru dibiarkan sendiri berjuang, untuk apa ada pemerintah daerah?” ujar seorang warga di Tugu Utara.
Penulis: Joe Salim
Editor: Redaksi palapatvnews
Eksplorasi konten lain dari Palapatvnews
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.