Bagan Batu, Rokan Hilir – Kasus dugaan asusila yang menyeret nama Pejabat (PJ) Penghulu Bagan Batu Barat, Kecamatan Bagan Sinembah, Kabupaten Rokan Hilir, Riau, berinisial M (Markis), kembali menuai sorotan. Keluarga korban mengaku geram atas pernyataan sang oknum yang dinilai tidak sesuai dengan fakta di hadapan penyidik Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Rokan Hilir.
Kasus ini bermula dari dugaan tindakan asusila terhadap seorang anak di bawah umur berinisial AL, yang terjadi pada 13 September 2025 di salah satu lokasi hiburan malam dan sebuah hotel di kawasan Bagan Batu.
Beberapa hari kemudian, tepatnya 18 September 2025, kasus tersebut diberitakan oleh sejumlah media online. Namun, pada 8 Oktober 2025, oknum PJ Penghulu memberikan bantahan dan menyebut bahwa korban bukan anak di bawah umur melainkan sudah cukup umur.
Dalam keterangannya kepada awak media, Markis mengaku telah menyampaikan kepada penyidik bahwa korban kelahiran tahun 2006 dan sudah berusia 19 tahun.
“Benar, anak tersebut kelahiran 2006. Jadi usianya sudah 19 tahun saat saya dimintai keterangan oleh penyidik PPA Polres Rohil,” ujar Markis.
Namun, pernyataan itu dibantah keras oleh pihak keluarga korban. Melalui kuasa hukumnya, Riasetiawan Nasution, keluarga menegaskan bahwa korban masih berusia 16 tahun dan berstatus pelajar SMA kelas 10.
“Kami memiliki salinan akta kelahiran dan data keluarga yang sah. Korban lahir pada 5 Juli 2009, artinya baru berusia 16 tahun dan masih aktif sekolah. Kami sengaja tidak menyebutkan nama sekolah demi menjaga privasi anak,” jelas Riasetiawan kepada wartawan.
Ia menambahkan, pihaknya telah berkoordinasi dengan Unit PPA Polres Rokan Hilir agar penanganan kasus ini berjalan transparan dan sesuai hukum.
“Dalam waktu dekat, kami bersama orang tua korban akan datang ke Polres Rokan Hilir untuk memberikan keterangan tambahan,” ungkapnya.
Sementara itu, pihak PPA Polres Rohil saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp membenarkan bahwa kasus tersebut masih dalam proses penyelidikan.
“Silakan orang tua dan korban datang ke Polres untuk dilakukan pemeriksaan dan pembuatan BAP,” ujar salah satu penyidik Unit PPA.
Kasus ini menimbulkan keprihatinan publik, mengingat terduga pelaku disebut merupakan aparatur sipil negara (ASN) sekaligus pejabat pemerintah desa. Bila terbukti, tindakan tersebut dinilai mencoreng nama baik birokrasi dan melanggar kode etik ASN.
Apabila terbukti bersalah melakukan perbuatan asusila, Markis sebagai ASN dapat dikenakan sanksi disiplin berat sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
Dalam Pasal 8 ayat (4) huruf c, disebutkan bahwa PNS yang melakukan perbuatan tercela atau asusila dapat dijatuhi hukuman disiplin berat berupa pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH).
Selain sanksi administratif, tindakan asusila terhadap anak di bawah umur juga diatur dalam Pasal 81 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, yang mengancam pelaku dengan pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun, serta denda maksimal Rp5 miliar.
Dengan demikian, apabila terbukti secara hukum, oknum PJ Penghulu tersebut bukan hanya kehilangan status ASN, tetapi juga dapat dijatuhi hukuman pidana berat sesuai ketentuan undang-undang.
Reporter: Sujiono
Eksplorasi konten lain dari Palapatvnews
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.