Puncak Cisarua | Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi (KDM), telah mengambil langkah tegas dalam menyegel tempat wisata ilegal di kawasan Puncak pada 6 Maret 2025. Bersama bupati Bogor, Rudy Susmanto, dan wakil bupati Jaro Ade, KDM menindak empat lokasi yang melanggar aturan alih fungsi lahan.
Tindakan ini mendapat apresiasi dari banyak pihak, termasuk Karukunan Wargi Puncak (KWP), yang melihatnya sebagai upaya konkret untuk melindungi ekosistem Puncak.
Namun, di balik aksi heroik tersebut, muncul pertanyaan penting mengenai peran anggota DPRD Kabupaten Bogor dari Dapil 3. Wilayah tersebut mencakup daerah yang terdampak langsung oleh maraknya alih fungsi lahan, yakni Ciawi, Cisarua, dan lainnya.
Sayangnya, dari sepuluh kursi yang ada, tidak ada satu pun anggota DPRD yang bersuara tegas mengenai masalah ini. Hal berbeda ditunjukkan oleh Mulyadi, anggota DPR RI dari Partai Gerindra, yang menolak alih fungsi lahan dan ikut serta dalam penolakan publik.
Krisis ini semakin memprihatinkan dengan data yang dihimpun KWP menunjukkan bahwa alih fungsi lahan di PTPN 1 regional 2 tidak hanya melibatkan sedikit pihak, tetapi mencapai 40 pemegang kerjasama operasional (KSO) dengan total lahan lebih dari 350 hektare.
Ironisnya, dari 40 lokasi ilegal, baru dua lokasi yang ditindak. Keberadaan 38 lokasi lainnya yang belum jelas status hukumnya memperkuat dugaan adanya pembiaran.
Kini, masyarakat Puncak menunggu suara anggota DPRD Dapil 3. Apakah mereka akan bersuara demi kepentingan rakyat dan lingkungan?
Sember: Karukunan Wargi Puncak (KWP)