Cisarua – Bogor | Tradisi Rebo Wekasan yang rutin diperingati masyarakat kecamatan Ciawi, Megamendung dan Cisarua setiap Rabu terakhir di bulan Safar, kerap dianggap sebagian orang hanya sebagai budaya lokal semata. Namun menurut ketua MUI Desa Cibeureum, KH Ence Dimyati, saat menghadiri Peringatan Rebo Wekasan di Food Court Pafesta Cisarua mengatakan, tradisi ini memiliki landasan kuat dalam ajaran agama Islam.
“Banyak orang mengatakan bahwa Rebo Wekasan hanya budaya. Padahal, kalau kita amati, Rebo Wekasan bukan sekadar budaya, melainkan kegiatan keagamaan,” tegas KH Ence Dimyati, Rabu, (20/08).

Ia menjelaskan, para ulama Nusantara, khususnya Syekh Nawawi bin Umar Al-Bantani Al-Jawi Asy-Syafi’i, telah menyinggung soal bala yang diturunkan Allah SWT pada bulan Safar. Dalam kitab Nihayatuz Zain, Syekh Nawawi menjelaskan pentingnya umat Islam memperbanyak doa dan memohon perlindungan Allah SWT dari berbagai musibah.
“Syekh Nawawi adalah ulama Indonesia yang kitab-kitabnya dikenal di seluruh dunia. Beliau menegaskan soal peristiwa di bulan Safar ini. Jadi jelas bahwa Rebo Wekasan bukan sekadar budaya lokal, tapi juga bagian dari ajaran agama,” tambahnya.
Meski demikian, KH Ence Dimyati tidak menampik adanya unsur budaya yang melekat dalam tradisi tersebut. Masyarakat di berbagai daerah memiliki cara khas dalam memperingatinya. Di Bogor misalnya, pelaksanaan Rebo Wekasan sering dibarengi dengan sedekah ketupat, buras, atau makanan khas lainnya.
“Itu hanya budaya lokal saja. Jadi jangan sampai dikatakan Rebo Wekasan hanya budaya. Yang benar, ini jelas-jelas bagian dari agama, hanya saja dihiasi dengan tradisi lokal yang berbeda di setiap daerah,” pungkas KH Ence Dimyati.
Dengan demikian, Rebo Wekasan dipandang sebagai warisan keagamaan sekaligus budaya Nusantara yang mengajarkan nilai kebersamaan, doa, serta penguatan iman masyarakat.
Reporter: Kang Nuy
Eksplorasi konten lain dari Palapatvnews
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.