Cisarua | Langkah Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) yang kembali merilis daftar unit usaha yang wajib dibongkar di kawasan Puncak, Bogor, menuai kritik keras dari masyarakat lokal. Koordinator Karukunan Wargi Puncak (KWP), Deden Abdurrahman, menyebut kebijakan KLH hanya tajam ke bawah namun tumpul ke atas.
“Pengusaha lokal yang jelas-jelas berkontribusi ditekan, sementara bangunan-bangunan raksasa di zona rawan bencana tak pernah disentuh,” tegas Deden.
Ia menyebut sejumlah usaha besar yang berdiri mencolok di kawasan Puncak seperti Taman Safari Indonesia, Enchanted Valley, Eiger Adventureland, Rest Area Gunung Mas, hingga Liwet Asep Stroberry, semuanya masih berdiri kokoh tanpa gangguan. Namun justru usaha-usaha kecil yang menjadi sasaran pembongkaran.
Padahal, penyumbang terbesar bencana ekologis di kawasan Puncak justru lebih banyak berasal dari wilayah-wilayah kekuasaan Perhutani. Tak perlu banyak cerita, cukup lihat berapa banyak vila, resort, hotel, hingga kafe yang tumbuh subur di atas lahan HGU Perhutani—dan semuanya tetap tak tersentuh.
Bukan Hanya Soal Lingkungan, Tapi Nasib Rakyat
Menurut KWP, pelestarian lingkungan seharusnya berjalan seiring dengan perlindungan terhadap kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat.
“Setiap bangunan usaha itu bukan hanya soal fisik. Di dalamnya ada hajat hidup banyak orang. Kalau dibongkar, berapa banyak yang jadi pengangguran? KLH tak bisa menutup mata terhadap dampak sosialnya,” ujar Deden.
PTPN Bungkam, Mitra Dikorbankan
KWP juga mempertanyakan sikap PTPN selaku mitra kerjasama usaha di kawasan tersebut. PTPN, yang merupakan anak usaha BUMN, dinilai tidak melindungi para mitranya yang kini ditekan oleh kebijakan KLH.
“PTPN dapat manfaat dari kemitraan ini, tapi saat mitranya dihantam, mereka bungkam. Seperti kerbau dicocok hidung. Tak ada pembelaan sama sekali,” sindir Deden.
Dewan dan Pemkab Hilang dari Radar
Kritik tajam juga diarahkan kepada Pemerintah Kabupaten Bogor dan para wakil rakyat. Dalam situasi genting ini, mereka justru dianggap tak hadir untuk rakyatnya.
“Di mana para dewan? Baik dari kabupaten, provinsi, hingga pusat seharusnya mereka berdiri di depan, ikut mencermati kebijakan yang sedang berlaku. Tapi semua seolah menutup mata,” ucapnya.
Ia juga menyebut Pemkab Bogor terlalu sibuk merias citra, namun mengabaikan luka di tubuh wilayahnya sendiri.
“Pemkab molek pada riasan, tapi borok di badan tak pernah disentuh. Janji-janji politik hanya berulang, tapi tak pernah ditepati,” kata Deden.
Jeruk Makan Jeruk, Negara Gagal Komunikasi
KWP menyoroti buruknya koordinasi antar lembaga pemerintah, khususnya antara KLH dan Kementerian BUMN. Ia menyebut kasus ini mencerminkan kebobrokan tata kelola internal negara.
“Ini seperti jeruk makan jeruk. KLH menindas, PTPN diam. BUMN dan KLH tidak sinkron. Ini sangat memalukan. Di mana koordinasi lintas kementerian? Rakyat yang jadi korban,” tandasnya.
Hijaukan Puncak, Tapi Jangan Kubur Masa Depan Kami
Deden menegaskan bahwa KWP mendukung pelestarian lingkungan, namun semua harus dilakukan dengan adil dan bijak. Jangan sampai agenda hijau justru jadi alat untuk menyingkirkan kelompok lemah.
“Kami sepakat Puncak harus dihijaukan kembali. Tapi perut masyarakat pun harus diperhatikan. Jangan hijaukan hutan, tapi kubur masa depan rakyat kecil. Ini bukan penegakan hukum, tapi pencitraan semu,” pungkasnya.
Penulis : Joe Salim
Eksplorasi konten lain dari Palapatvnews
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.