MEGAMENDUNG, BOGOR – Sebuah bangunan hotel megah tampak menjulang di kawasan strategis Megamendung, Kabupaten Bogor. Di balik kemewahan yang tampak, tersimpan kejanggalan serius: proyek tersebut diduga kuat berdiri di atas lahan milik negara tanpa izin resmi.
Hasil investigasi menunjukkan bahwa hotel ini dibangun di atas lahan milik Perhutani, dikelola oleh PT Solusi Satu Pintu (PT SSP) berdasarkan Kesepakatan Kerja Sama (KKS). Namun, KKS tersebut telah berakhir sejak akhir 2023, sementara pembangunan justru terus berlangsung.
“Perpanjangan lahan sudah bukan wewenang Perhutani, melainkan Kementerian Kehutanan,” ujar Syafrilis, Humas Perhutani Kabupaten Bogor, dalam pernyataan sebelumnya.
Namun, faktanya, KKS justru diperpanjang secara diam-diam oleh Perhutani Bogor hingga 2024. Langkah ini memicu dugaan penyalahgunaan wewenang, karena seharusnya perpanjangan hanya dapat dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Menurut Riza Djuangsa, Kepala Bidang Pengawasan DPKPP Kabupaten Bogor, proyek hotel ini belum mengantongi izin dan berstatus Hold (dihentikan sementara). Pernyataan itu diperkuat oleh Agung, Kepala UPT Ciawi.
Namun, di lapangan, pembangunan tetap berlangsung. Awak media mendapati para pekerja aktif membangun, tanpa adanya tanda penghentian kegiatan. Ketika dikonfirmasi, pelaksana proyek bernama Nudin mengarahkan kepada seseorang bernama Dani yang disebut sebagai “orang kuat” di balik proyek. Tapi Dani menolak ditemui dan kini sulit dihubungi.
Langkah Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi dalam membongkar bangunan liar di kawasan Puncak mendapat banyak pujian. Namun publik mempertanyakan, mengapa proyek besar di Megamendung ini justru tidak tersentuh hukum?
“Kalau yang dibongkar hanya warung dan vila kecil, tapi hotel besar dibiarkan, ini jelas melukai rasa keadilan,” sindir seorang aktivis lingkungan.
Gubernur sebelumnya menyebut bahwa penyebab banjir di wilayah Jabar, termasuk Bekasi, adalah alih fungsi hutan lindung menjadi bangunan komersial. Lantas, mengapa pelanggaran serupa di Megamendung tidak ditindak?
Kecaman keras datang dari Karukunan Wargi Puncak (KWP) dan Aliansi Masyarakat Bogor Selatan (AMBS). Kedua organisasi masyarakat ini menyoroti lemahnya pengawasan dan dugaan pembiaran oleh pejabat setempat.
“Kami minta Bupati Rudy Susmanto bersikap tegas. Jangan diam! Takut sama siapa?” tegas juru bicara KWP.
“Ini bukan sekadar bangunan, ini simbol kemunduran moral dan tumpulnya hukum,” tambah Kang Azet Bazuni, Sekretaris AMBS.
Yang mengejutkan, Camat Megamendung, Ridwan, justru mengaku tidak mengetahui keberadaan proyek hotel tersebut.
“Kami baru tahu, nanti saya akan telusuri lebih lanjut,” ujar Ridwan singkat.
AMBS dan KWP mempertanyakan posisi KLHK dalam proyek ini. Jika benar perpanjangan KKS dikeluarkan Perhutani tanpa izin kementerian, maka ada dugaan penyalahgunaan kewenangan.
Kedua organisasi masyarakat tersebut menyatakan akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas.
“Jika hukum hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas, maka bencana ekologis hanya tinggal menunggu waktu.”
Media ini telah berupaya menghubungi pihak-pihak terkait untuk konfirmasi lebih lanjut, namun hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi.
Eksplorasi konten lain dari Palapatvnews
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.