Puncak Cisarua | Puncak bukan sekadar destinasi wisata; puncak merupakan warisan yang berharga. Sejauh mata memandang, Puncak menyuguhkan keindahan kebun teh, udara dingin, dan lanskap hijau yang memanjakan pandangan.
Namun, di balik keindahan ini, terdapat tantangan besar yang dihadapi kawasan ini, termasuk kehilangan daya resap tanah dan kemacetan yang semakin nyata.
Joe Salim, kepala divisi ekonomi dari Karukunan Wargi Puncak (KWP), mengingatkan bahwa kita tidak boleh terpaku dengan ego sektoral.
“Kalau kita terus berpikir sektoral, tanpa mempertimbangkan keberlanjutan lingkungan, budaya, dan pembangunan yang benar, Puncak hanya akan tinggal cerita,” katanya kepada Palapatvnews.network, Kamis (24/04/25).
Joe dan komunitasnya menawarkan model pengelolaan yang jelas. Zonasi kawasan wisata diterapkan secara ketat untuk menghindari eksploitasi berlebihan. Program penghijauan dan pengolahan sampah berbasis prinsip 3R (Reduce, Reuse, Recycle) digalakkan.
Masyarakat lokal dilibatkan secara aktif sebagai pelaku utama, mulai dari pengrajin hingga penyelenggara festival budaya. Fasilitas wisata tidak lagi dibangun secara masif, melainkan menggunakan material lokal dan teknik konstruksi yang berkelanjutan. Mobilitas wisatawan juga diarahkan ke moda ramah lingkungan seperti shuttle listrik dan jalur pedestrian.
“Pariwisata jangan sampai menjadi alat perusak ruang. Justru sebaliknya, ia harus menjadi alat konservasi, dan masyarakat lokal adalah aktor utamanya,” tegas Joe.
Namun, mewujudkan visi ini tidak mudah. Kesadaran wisatawan terhadap isu lingkungan masih rendah. Banyak pengunjung datang hanya untuk berswafoto, tanpa peduli pada sampah atau dampak aktivitas mereka terhadap alam sekitar.
Dari sisi pembiayaan, pembangunan infrastruktur hijau membutuhkan investasi awal yang cukup besar. Untuk itu, diperlukan keterlibatan sektor swasta melalui skema investasi hijau dan program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR). Pada saat yang sama, kehadiran regulasi yang tegas serta pengawasan dari pemerintah menjadi hal yang mutlak agar prinsip keberlanjutan tidak dikorbankan demi keuntungan jangka pendek.
Bagi Joe dan rekan-rekannya, upaya ini bukan sekadar menyelamatkan Puncak. Lebih dari itu, mereka berharap kawasan ini dapat menjadi preseden baik bagi pengelolaan destinasi wisata lainnya di Indonesia yang menghadapi dilema serupa: antara ekonomi dan ekologi.
“Ini bukan tentang menolak pengembangan wisata, tetapi soal bagaimana mengarahkannya agar tetap lestari. Jika kita bisa membuktikannya di Puncak, mungkin ini akan menjadi sejarah baru di mana pembangunan wisata yang benar dapat berjalan beriringan dengan pelestarian alam sebagai warisan bagi anak cucu kita,” pungkas Joe dengan nada optimistis. (Nuy)
Eksplorasi konten lain dari Palapatvnews
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.