Bogor — Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di sektor agroindustri Kabupaten Bogor berperan besar dalam menggerakkan roda ekonomi lokal. Dengan jumlah pelaku usaha yang mencapai lebih dari 50 ribu, sektor ini dikenal luas lewat produk-produk unggulan seperti keripik talas, manisan pala, minuman herbal, hingga olahan rempah-rempah.
Namun, di balik potensi besar tersebut, mayoritas UMKM agroindustri masih tertinggal dalam pemanfaatan teknologi digital. Data terbaru mencatat, hanya sekitar 13 persen pelaku usaha yang telah memanfaatkan teknologi dalam operasional bisnis mereka, mulai dari pemasaran online, pencatatan keuangan berbasis aplikasi, hingga sistem pembayaran digital seperti QRIS.
Kondisi ini menjadi ironi, mengingat digitalisasi terbukti mampu meningkatkan pendapatan UMKM hingga 30 persen dalam dua tahun terakhir. Bahkan, nilai transaksi e-commerce nasional mencapai lebih dari Rp400 triliun pada tahun 2023, menandakan peluang besar bagi UMKM yang mampu menembus pasar daring.
Sayangnya, upaya pemerintah daerah untuk mendorong adaptasi digital belum berjalan optimal. Program pelatihan yang tersedia masih bersifat umum, tanpa mempertimbangkan jenis usaha, skala produksi, atau kesiapan teknologi masing-masing pelaku usaha.
“Pelatihan ekspor seringkali diberikan kepada pelaku usaha mikro yang bahkan belum siap dari sisi kualitas produk maupun kapasitas produksi,” kata seorang pelaku UMKM yang enggan disebut namanya.
Selain itu, belum adanya sistem pemantauan dan evaluasi berbasis data digital membuat kebijakan yang diambil cenderung reaktif. Hal ini memperparah ketidaktepatan sasaran intervensi program, karena perkembangan tiap UMKM sulit dilacak secara terukur.
Padahal, Kabupaten Bogor sebenarnya memiliki infrastruktur digital yang cukup mendukung. Penetrasi internet mencapai 86 persen, dan layanan keuangan digital maupun logistik berbasis aplikasi sudah tersedia. Namun, rendahnya literasi digital di kalangan pelaku usaha menjadi tantangan utama.
Pemerintah daerah didorong untuk segera mengambil langkah strategis. Dimulai dari pemetaan kondisi UMKM berdasarkan wilayah dan komoditas unggulan, hingga desain pelatihan digital yang disesuaikan dengan karakter usaha masing-masing.
Pembangunan sistem evaluasi terintegrasi, penguatan kolaborasi dengan platform e-commerce, fintech, hingga penyedia logistik juga dinilai penting. Selain itu, sinergi antar-perangkat daerah seperti Dinas Koperasi, Diskominfo, Bappeda, dan Dinas Ketahanan Pangan perlu ditingkatkan agar kebijakan lebih terarah dan berdampak.
Transformasi digital UMKM agroindustri di Bogor bukan lagi pilihan, melainkan kebutuhan. Jika dikelola dengan tepat, sektor ini berpeluang menjadi kekuatan ekonomi daerah yang mandiri dan berdaya saing tinggi.
Sumber: Aldi Ferdiansyah
Eksplorasi konten lain dari Palapatvnews
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.